Firman : Mazmur 94:1–7 “Ya Tuhan, Allah yang membalas, ya Allah yang membalas, tampillah! Bangunlah, ya Hakim bumi, balaskanlah kepada orang congkak apa yang mereka lakukan! Berapa lama orang fasik, ya Tuhan, beria-ria? Mereka memeras umat-Mu, ya Tuhan, dan menindas milik-Mu sendiri. Mereka membunuh janda dan anak yatim, dan membunuh orang asing.Mereka berkata: ‘Tuhan tidak melihatnya, dan Allah Yakub tidak memperhatikannya."
1. Seruan dari hati yang tertindas Pemazmur menulis Mazmur ini dari sebuah pergumulan yang sangat dalam. Ia melihat ketidakadilan, kejahatan yang merajalela, dan orang fasik yang tampak hidup nyaman tanpa hukuman.
Dalam ayat 1 ia berseru, “Ya Tuhan, Allah yang membalas, tampillah!” ini bukan seruan balas dendam pribadi, tetapi jeritan iman kepada Allah yang adil.
Kadang kita pun merasa seperti pemazmur. Kita melihat orang jujur disingkirkan, yang benar dikalahkan oleh kekuasaan, dan yang setia malah menderita. Namun, Mazmur ini mengajarkan kita bahwa diamnya Allah bukan berarti Ia tidak peduli. Allah tidak buta. Ia menunggu waktu yang tepat untuk bertindak sebagai Hakim yang benar.
2. Allah yang membalas bukan berarti Allah yang kejam Kalimat “Allah yang membalas” bukanlah gambaran Allah yang penuh amarah seperti manusia, melainkan Allah yang menegakkan keadilan dan membela umat-Nya.
Pembalasan Tuhan selalu lahir dari kasih-Nya yang kudus. Dalam Perjanjian Baru, Rasul Paulus menegaskan hal ini: “Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan” (Roma 12:19).
Tuhan membalas bukan karena dendam, tetapi karena Ia tidak bisa tinggal diam terhadap ketidakadilan. Allah yang kasih juga adalah Allah yang adil. "Kasih tanpa keadilan akan menghasilkan kekacauan", "keadilan tanpa kasih akan melahirkan kekerasan".Tapi Allah kita sempurna dalam keduanya — kasih-Nya menuntun keadilan-Nya.
3. “Berapa lama, ya Tuhan?” — jeritan iman, bukan ketidakpercayaan.
Ayat 3 berkata, “Berapa lama orang fasik, ya Tuhan, beria-ria?” Ini adalah kalimat yang sering muncul dalam Mazmur.
Jeritan “berapa lama” bukanlah tanda ketidakpercayaan, tetapi bentuk keintiman rohani. Hanya orang yang percaya kepada Allah yang berani bertanya seperti itu.
Mazmur mengajarkan kita bahwa Tuhan mengizinkan kita jujur di hadapan-Nya. Kita boleh mengeluh, menangis, bahkan bertanya “mengapa?”, sebab Allah lebih menghargai hati yang jujur daripada bibir yang pura-pura kuat.
4. Allah melihat dan memperhatikan Ayat 7 menggambarkan kesombongan orang fasik: “Tuhan tidak melihatnya, dan Allah Yakub tidak memperhatikannya.” Itulah pikiran orang yang merasa aman dalam dosa. Mereka berpikir Tuhan tidak memperhatikan.
Namun kebenarannya, Allah melihat setiap kejahatan yang dilakukan manusia. Bahkan Yesus berkata: “Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan.” (Lukas 8:17)
Keadilan Tuhan mungkin lambat menurut ukuran manusia, tetapi Ia tidak pernah gagal menegakkannya. Sama seperti seorang hakim yang menunggu waktu sidang tiba, Allah sedang menyiapkan waktu pembalasan-Nya yang sempurna.
5. Aplikasi bagi kita 1. Tetaplah setia dalam kebenaran meski dunia tampak tidak adil. Jangan biarkan kejahatan orang lain membuat kita berhenti berbuat baik. 2. Jangan mengambil hak Tuhan untuk membalas. Serahkan semuanya kepada Dia yang tahu waktu dan cara yang benar. 3. Berdoalah bagi mereka yang berbuat jahat. Kadang, pembalasan Tuhan bukan dalam bentuk hukuman, melainkan pertobatan mereka. Itulah kemenangan terbesar: ketika musuh menjadi saudara seiman.